Contoh Skripsi Pendidikan Agama Islam

Kamis, 31 Januari 2013

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS VIII.A SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA KELAS VIII.A SMP NEGERI 2 MANDIRAJA BANJARNEGARA TAHUN PELAJARAN 2012/2013


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[1]
Orang tua adalah manusia yang paling berjasa pada setiap adak. Semenjak awal kelahirannya di muka bumi, setiap anak melibatkan peran penting orangtuanya, seperti peran pendidikan. Peran-peran pendidikan seperti ini tidak hanya menjadi kewajiban bagi orangtua, tetapi juga menjadi kebutuhan orang tua untuk menemukan eksistensi dirinya sebagai makhluk yang secara sehat jasmani dan ruhaninya di hadapan Allah dan juga di hadapan sesama makhluk-Nya, terutama umat manusia.[2]
Untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan tersebut manusia memasuki dunia pendidikan melalui proses belajar. Dalam proses tersebut muncul pengaruh yang dapat membawa perubahan sikap manusia yang dipengaruhinya. Seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut setiap orang untuk membekali dirinya malalui pendidikan maupun latihan yang lebih baik sehingga mampu membekali diri dengan perkembangan yang ada. Salah satu untuk membekali diri adalah pendidikan, baik formal maupun non formal.
Pendidikan diperlukan, dipentingkan, dan dilakukan pertama kali oleh anggota keluarga, terutama oleh orang tua terhadap anak-anak mereka. Dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi, yaitu keterbatasan waktu, ilmu, dan juga fasilitas yang dimiliki orang tua akhirnya didirikanlah lembaga pendidikan sebagai alternatif-solusi keterbatasan tersebut, seperti TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA/MAK dan sebagainya.[3]
Komponen yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan ada tiga unsur yaitu orang tua, masyarakat, dan pemerintah.[4] Dalam dunia pendidikan formal, fenomena belajar mengajar lebih menekankan pada tercapainya kegiatan pada diri siswa (murid), karena memang pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur.
Melalui pendidikan yang terstruktur seseorang akan memiliki daya pemikiran yang berbeda, dari sejak pendidikan dasar, menengah sampai pereguruan tinggi. Begitupun pengaruhnya pada siswa yang memiliki orang tua yang latar belakang pendidikan formal orang tua yang berbeda mereka pasti memiliki sikap, moral dan perilaku yang berbeda dalam kehidupan kesehariannya.
Menjadi orang tua tidak hanya penting bagi keberadaan kita sekarang, tetapi juga bagi masa depan anak-anak kita, terutama membekalinya dengan Pendidikan Agama Islam bagi anak, karena kelak orang tua yang memiliki anak yang sukses dan berprestasi dalam belajarnya merupakan sebuah petualangan, penuh dengan kejutan-kejutan dan perubahan-perubahan.
Pada masyarakat modern tugas dan tanggung jawab pendidikan pada anak diserahkan kepada suatu lembaga, yaitu sekolah. Sekolah disini merupakan tempat melakukan kegiatan belajar dalam usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam mewujudkan lembaga pendidikan diatas orang tua siswa selalu dilibatkan dalam kualitas pendidikan anaknya, oleh karena itu begitu pentingnya latar belakang pendidikan orang tua bagi anak, sebagai motivator yang aktif.
Dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar lebih menekankan terciptanya kegiatan belajar siswa. Kegiatan yang dilaksanakan pada akhir tahunnya atau akhir semester dilakukan penilaian (evaluasi). Penilaian sebagai alat akhir untuk mengetahui keberhasilan kegiatan belajar siswa yang dapat disebut pula dengan sebagai prestasi belajar siswa. Prestasi belajar ini secara nyata akan dapat diketahui oleh siswa setiap akhir semester dinyatakan dalam bentuk angka-angka nilai raport.
Keberhasilan belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain keturunan dan lingkungan. Orang tua merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Bagi orang tua yang memiliki keterbatasan penguasaan maupun pengetahuan, dimungkinkan prestasi belajar anak juga akan rendah. Dan sebaliknya bagi siswa yang memiliki orang tua dengan berpendidikan tinggi biasanya prestasi belajarnya akan tinggi.
Melihat keadaan pada jaman sekarang ini, banyak siswa yang prestasi belajarnya randah karena pendidikan orang tua sendiri juga rendah. sehingga pada saat siswa membutuhkan bantuan dari orang tua untuk menyelesaian persoalan materi pelajaran dirumah, tidak menemukan jawaban yang tepat dari orang tua. Anak mengalami kesulitan belajar dirumah karena keterbatasan pendidikan orang tua.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti ingin mengadakan penelitian di lembaga pendidikan. Apakah latar belakang pendidikan formal orang tua yang tinggi berpengaruh terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam anaknya. Untuk mencapai suatu tujuan diperlukan adanya sarana belajar yang memadai. Pemenuhan belajar yang sangat penting bagi siswa untuk mengejar prestasi.
Lingkungan tempat tinggal dan adanya dorongan internal yang muncul dari dalam diri anak sehingga timbul suatu kebiasaan pada diri anak, hal itu merupakan pengaruh dasar dari orang tua apalagi pengaruh Religi pada diri anak yang sangat mendarah daging. Begitupun pengaruh eksternal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam anak tersebut. Namun jika tidak mempunyai minat yang tinggi dalam dirinya, akan mendapat hambatan dalam mencapai hasil belajarnya, sehingga prestasi yang dicapai dibawah yang semestinya.
Ada juga persepsi yang menyatakan bahwa orang tua yang tingkat latar belakangnya tinggi, belum tentu ia mampu memberi perhatian yang penuh terhadap pendidikan anaknya, begitu sebaliknya ada orang tua yang latar belakang pendidikannya rendah tetapi sangat besar perhatiannya terhadap pendidikan anaknya. Namun hakikatnya sangat berbeda sekali orang tua yang berpendidikan tinggi dengan orang tua yang berpendidikan rendah yang pasti kelihatan dalam pengaplikasiannya seorang anak dalam kehidupan perilaku sehari-haru, orang tua yang berpendidikan tinggi mereka pasti lebih tahu dan mengerti cara mendidik dan mengarahkan anaknya, mereka mampu memberikan respon yang tepat dan pengasuhan yang efektif dan mengasyikkan terhadap anaknya.
Orang tua yang berpendidikan mereka sangat mengerti dan paham bahwa mereka tidak akan meninggalkan generasi mereka atau anak-anak mereka dalam keadaan lemah, lemah disini lebih ditekankan dalam artian lemah dari segi intelektualnya untuk berprestasi. disebutkan QS. An-Nisa’: 9
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ

Artinya   :“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Melalui tercapainya sarana belajar yang memadai, lingkungan tempat tinggal terutama keluarga, minat belajar siswa dan latar belakang pendidikan formal orang tua yang berbeda. Semua akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya. Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa yang sangat diharapkan orang tua siswa tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktor internal yang timbul dari anak itu sendiri dan faktor eksternal yang timbul diluar pribadinya terutama orang tua sangat berpengaruh dalam pencapaian prestasi anak-anaknya.
Dari beberapa uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Formal Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas VIII.A SMP Negeri 2 Mandiraja Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B.    Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas maka penulis mengidentifikasi masalah yaitu


Bagi anda yang sedang dalam penyelesaian Skripsi PAI dan butuh contoh skripsi PAI, bisa hub 085291501979 / 087 737 623 895



[1] Departemen Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Laksana, Jogjakarta, 2012, Cet. I, Hal. 11.
[2] Novan Ardy Wiyana & Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, AR-RUZZ MEDIA, Yogyakarta, 2012, hal.66.
[3] Ibid , hal.29.
[4] Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 1996, hal. 34.









HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN SIKAP KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DI MADRASAH ALIYAH .........



BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengelahuan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat dan telah mempengaruhi segala segi dan sendi kehidupan, disamping itu perkembangan tersebut telah merambah ke segala penjuru dunia tanpa ada yang mampu mencegah atau menahannya. Perkembangan teknologi komunikasi misalnya, menyebabkan arus informasi merambah keseluruh pelosok dunia sehingga dunia tampak seakan tanpa batas.
Perkembangan di atas menuntut setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri agar dicapai keselarasan dan kebahagiaan hidup. Berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serat penyesuaian diri, dapat dikemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan teknologi sering tidak seiring dengan perkembangan sumber daya manusia, akibatnya sering kali terjadi bahwa manusia harus menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tidak terlindasnya. Hal ini didasarkan pada pemahaman perkembangan teknologi lebih cepat dari perkembangan sumber daya manusia.
Sikap merupakan salah satu faktor penting di dalam menganalisis tingkah laku manusia. Jadi merupakan salah satu aspek psikhis yang turut menentukan perilaku seseorang hubungannya dalam pemberian penilaian terhadap obyek-obyek tertentu. Sikap adalah pembawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau makhluk hidup lainnya. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tertentu.[1]
Karena belajar itu adalah suatu proses yang timbul dari dalam maka faktor motivasi memegang peranan pula. Jika guru atau orang tua bisa memberikan motivasi yang baik pada siswa timbulah dalam diri siswa itu dorongan untuk belajar lebih baik. Siswa dapat menyadari apa gunanya belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai, jika diberi perangsang, diberi motivasi yang baik dan sesuai. Pada umumnya motivasi semacam ini diterima siswa tidak dengan sengaja dan mungkin pula tidak dengan sadar.[2]
Adanya kemandirian belajar yang kuat dari siswa adalah syarat mutlak bagi berlangsungnya belajar mandiri, oleh karena itu program belajar harus dirancang agar dapat menumbuhkan motivasi belajar mandiri. Belajar mandiri dapat menggunakan berbagai sumber dan media belajar, dan ketersediaan sumber belajar turur menentukan kekuatan motivasi belajar. belajar mandiri dapat dilakukan di sekolah, di rumah, warnet, dan dimanapun yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar. sehingga belajar mandiri dapat dilaksanakan di setiap waktu yang dikehendaki siswa.
Kemandirian merupakan sifat dari perilaku mandiri yang merupakan salah satu unsur sikap. Sikap merupakan predisposisi untuk bertindak terhadap objek sikap. Konsep sikap ada yang bersifat teoritik, ada pula yang bersikap operasional untuk pengukuran sikap. Kemandirian adalah bentuk sikap terhadap objek dimana indifidu memiliki independensi yang tidak terpengaruh oleh orang lain. Perilaku mandiri dapat diartikan sebagai kebebasan seseorang dari pengaruh orang lain. Ini berarti orang yang berperilaku mandiri mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri apa yang harus dilakuakan dalam memilih kemungkinan-kemungkinan dari hasil perbuatannya dan akan memecahkan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa harus mengharapkan bantuan orang lain.[3]
Siswa sebagai suatu kelompok anggota masyarakat dan penerus bangsa dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkemabangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan-perubahan mendasar yang terjadi, bahkan mengantisipasi apa yang mungkin atau akan terjadi pada masa nanti. Globalisasi adalah salah satu bentuk perubahan mendasar tersebut menuntut konsep dan kemandirian pada diri siswa, bahkan dirasakan sebagai suatu keharusan bagi siswa untuk melakukan penyesuaian diri secara optimal.
Siswa yang mandiri bercirikan progresif dan ulet disini ditunjukkan dengan kemauan untuk maju dan mewujudkan harapan-harapanya dengan gigih, penuh dengan ketekunan. Sedangkan inisiatif ditujukan dengan kemauan dan kemampaun untuk berfikir kritis, logis dan bertanggung  jawab disamping itu orang yang mandiri memiliki kendali dari dalam dirinya dan kemantapan atau kepercayaan diri. pengendalian dari dalam nampak dari kemampuannya untuk mengendalikan tindakanya dari mencakup aspek percaya diri akan kemampuannya, bisa menerima dirinya dan memperoleh kepuasan atas usahanya sendiri.
Kenyataan menunjukkan bahwa terdapat siswa yang kurang atau bahkan dapat dikatakan gagal dalam menyesuaikan terhadap perubahan atau perkembangan jaman. Ketidak mampuan menyesuaikan diri tersebut dapat menimbulkan masalah, baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi lingkungan atau masyarakat. Banyak siswa mengalami stres, frustasi dan konflik akibat ketidakmampuan menyesuaikan diri dan pada gilirannya dapat memicu terjadinya  perilaku penyimpangan pada diri siswa yang bersangkutan.  
Kondisi seperti di atas mendapat perhatian dari para guru Madrasah Aliyah Ma’arif Wiramastra Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara dengan terus memantapkan siswa-siswinya untuk melihat perkembangan dari sisi yang positif dengan langkah-langkah  mengadakan penyesuaian diri, dan pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan siswa untuk menyesuaikan antara lain konsep diri siswa  yang bersangkutan dari persepsinya tentang kemandirian. Konsep diri merupakan rangkaian pemikiran dan perasaan meliputi tubuh, penampilan dan perilakunya. Seseorang yang memiliki konsep diri positif cenderung mampu mengadakan sikap mandiri, sebaliknya konsep diri yang negatif cenderung mendorong munculnya perilaku menyimpang.
Untuk mengetahui tujuan yang akan dicapai dalam menempuh sesuatu perlu adanya konsep diri yang positif terhadap sikap kemandirian siswa. Konsep diri ini adalah suatu pandangan dan perasaan seseorang terhadap diri sendiri. Yang menjadi pemikiran penulis adalah siswa mempunyai hubungan atau tidak terhadap konsep diri dengan kemandirian siswa, yaitu dengan konsep diri yang mantap dan positif maka akan tercipta kemandirian yang bertanggung jawab baik di sekolah, di rumah maupun di lingkunan sekitarnya.    Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih mendalam melalui penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dengan sikap kemandirian belajar siswa Madrasah Aliyah Tahun Pelajaran 2010/2011.

B.     Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji dan menggali sejauh mana hubungan antara antara konsep diri terhadap kemandirian belajar siswa Madrasah Aliyah Ma’arif Wiramastra Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2010/2011.


[1] Ratna Wilis, Melejitkan Potensi Moral Dan Spiritual Anak, Syamil Cipta Media, Bandung, 2003, hal. 130.
[2] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2000,   hal. 105.
[3] Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 1996, hal. 121-122.