BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan Agama
Islam merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa mulai
dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi yang syarat dengan muatan nilai.
Dalam konteks NKRI yang notabene mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam,
seharusnya Pendidikan Agama Islam mendasari pendidikan-pendidikan lain, serta
menjadi inti dan primadona bagi masyarakat, orang tua, dan peserta didik. Mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam juga sebaiknya mendapat waktu yang
proporsional, bukan hanya di madrasah atau sekolah-sekolah yang bernuansa
Islam, tetapi di sekolah umum. Demikian pula halnya dalam peningkatan mutu
pendidikan, Pendidikan Agama Islam harus dijadikan tolak ukur dalam membentuk
watak dan kepribadian peserta didik serta membangun moral bangsa.[1]
Menurut Zakiyah
Daradjat sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam adalah
suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada
akhirnya dapat mengamalkan Islam sebagai pandangan hidup.[2]
Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam tampil sebagai mata pelajaran dalam kurikulum
pendidikan. Sebagai suatu bidang kajian atau mata pelajaran, pendidikan agama
diberikan mulai tingkat TK sampai perguruan tinggi. Sebagaimana dalam UURI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 30 ayat 2
disebutkan bahwa
Pendidikan keagamaan berfungsi
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan
mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.[3]
Pengertian
tersebut, pendidikan keagamaan dalam dunia pendidikan formal merupakan salah
satu bahan kajian dalam kurikulum semua jenis pendidikan dan jenjang pendidikan
yang pembelajarannya dibimbing oleh guru pendidikan agama. Dengan tujuan siswa
dapat memahami sepenuhnya makna yang disampaikan pada materi pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Selama ini
Pendidikan Agama Islam masih dinilai gagal. Karena Pendidikan Agama selama ini
lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan yang bersifat
kognitif, dan kurang fokus terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan
agama yang lebih kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan
dalam diri peserta didik melalui berbagai cara.
Menurut Muchtar
Buchori dalam Muhaimin sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid, menilai Pendidikan
Agama Islam masih gagal. Kegagalan ini terjadi karena praktiknya pendidikan
agama hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran
nilai-nilai agama, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volatif, yakni kemauan dan tekad
untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Dengan perkataan lain, pendidikan
agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama, kurang berorientasi pada
belajar bagaimana cara beragama yang benar. Akibatnya, terjadi kesenjangan
antara pengetahuan dan pengamalan, antara gnosis
dan praxis dalam kehidupan nilai
agama. Dalam praktiknya, pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama
sehingga tidak mampu membetuk pribadi-pribadi bermoral, padahal inti dari
pendidikan agama adalah pendidikan moral.[4]
Selain itu,
Rasdijanah dalam Abdul Majid mengemukakan beberapa kelemahan dari Pendidikan
Agama Islam di sekolah, baik dalam materi Pendidikan Agama Islam maupun dalam
pelaksanaannya, yaitu:
1.
Dalam bidang teologi, ada kecenderungan
mengarah pada paham fatalistik.
2.
Bidang akhlak yang berorientasi pada
urusan sopan santun dan belum dipahami sebagai kurikulum pribadi manusia
beragama.
3.
Bidang ibadah diajarkan sebagai kegiatan
rutin agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan kepribadian.
4.
Dalam bidang hukum (fiqih) cenderung dipelajari sebagai tata aturan uyang tidak akan
berubah sepanjang masa, dan kurang memahami dinamika dan jiwa hukum Islam.
5.
Agama Islam cenderung diajarkan sebagai
dogma dan kurang mengembangkan rasionalitas serta kecintaan pada kemajuan ilmu
pengetahuan.
6.
Orientasi mempelajarai Al-Qur’an masih
cenderng pada kemampuan teks, belum mengarah pada pemahaman arti dan penggalian
makna.[5]
Dari uraian
tersebut dapat dipahami bahwa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pendidikan agama sebagai suatu mata pelajaran di sekolah saat ini adalah
bagaimanakah agar pendidikan agama bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang
agama, melainkan dapat mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia yang
benar-benar mempunyai kualitas keagamaan yang kuat. Dengan demikian, materi pendidikan
agama bukan hanya menjadi pengetahuan, melainkan dapat membentuk sikap dan
kepribadian peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa.
Melihat fenomena
yang terjadi pada saat ini yaitu adanya dekadensi moral yang terjadi di
kalangan remaja. Padahal keberadaan remaja di masa yang akan datang memiliki
peran yang sangat penting bagi kelangsungan sebuah negara. Dari situlah
pembelajaran pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di sekolah khususnya
diharapkan mampu membentuk kepribadian siswa agar dapat mengaktualisasikan
nilai-nilai ajaran agama Islam.
Kepribadian itu
bukan sesuatu yang statis karena kepribadian memiliki sifat kedinamisan yang
disebut dinamika pribadi. Dinamika pribadi ini berkembang pesat pada diri
anak-anak karena mereka pada dasarnya anak belum memiliki kepribadian yang
matang. Sebagai sesuatu yang memiliki sifat kedinamisan, maka karakter
kepribadian seseorang dapat berubah dan berkembang sampai batas kematangan
tertentu. Untuk mencapai hal tersebut dapat diusahakan melalui pendidikan, baik
pendidikan dalam keluarga, di sekolah, maupun di masyarakat.
Kepribadian
adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang
yang bersumber dari bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya, keluarga
pada masa kecil dan juga bawaan sejak lahir. Dalam hal ini Gregory berpendapat
bahwa:
Kepribadian adalah sebuah kata yang
menandakan ciri pembawaan dan pola kelakuan seseorang yang khas bagi pribadi
itu sendiri. Kepribadian meliputi tingkah laku, cara berpikir, perasaan, gerak
hati, usaha, aksi, tanggapan terhadap kesempatan, tekanan dan cara seharihari
dalam berinteraksi dengan orang lain.[6]
Kaitannya dengan
upaya mengembangkan kepribadian para siswa, maka sekolah terutama dalam hal ini
guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan
pemahaman, pembiasaan dalam mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap
apresiatif terhadap ajaran agama. Pendidikan agama Islam merupakan ikhtiar
manusia, dimana dengan pendidikan agama Islam, orang tua dan guru berusaha
dengan sadar mendidik anak diarahkan kepada perkembangan jasmani dan rohani
sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama sesuai dengan ajaran Islam.
Adapun tujuan
pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah yaitu menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi
manusia yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaan, berbangsa dan
bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.[7]
Untuk mencapai
tujuan pendidikan agama Islam yang telah disebutkan di atas, maka guru sebagai
tenaga profesional di bidang pendidikan dituntut untuk bisa mengelola kelasnya
melalui strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dan agar pembelajaran itu dapat menarik dan menyenangkan
untuk diikuti. Kemp, strategi adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan Guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien.[8]
Mengingat
pentingnya pendidikan agama Islam dalam mewujudkan harapan setiap orang tua,
masyarakat, stakeholder, dan membantu terwujudnya tujuan pendidikan
nasional, maka pendidikan agama Islam harus diberikan dan dilaksanakan di
sekolah baik sekolah berbasis agama maupun sekolah umum. Berdasarkan realitas
di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul ”Strategi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam Pembentukan Kepribadian Muslim di SMP Negeri 4 Purwanegara Kabupaten
Banjarnegara Tahun Pelajaran 2012/2013”.
B.
Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka identifikasi
masalah dalam penelitian adalah :
1.
Pendidikan Agama selama ini lebih
terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis keagamaan dan kurang fokus
terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama menjadi lebih makna dan
nilai untuk diinternalisasikan dalam diri peserta didik.
2.
Dalam praktiknya, pendidikan agama masih
sebatas pengajaran agama dan kurang ditekankan sebagai proses pembentukan
kepribadian sehingga belum mampu membetuk pribadi-pribadi bermoral.
3. Orientasi
mempelajarai Al-Qur’an masih cenderng pada kemampuan teks, belum mengarah pada
pemahaman arti dan penggalian makna.
C.
Penegasan Istilah
Untuk memperjelas pemahaman dan guna menghindari dan
mencegah timbulnya kesalah penafsiran tentang judul skripsi yang penulis buat,
terlebih dahulu penulis mendefinisikan beberapa istilah dalam judul :
1.
Strategi pebelajaran
Strategi adalah suatu garis-garis besar haluan untuk
bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan. Atau pola-pola
umum kegiatan antara pendidik dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.[9] Strategi pembelajaran
Pendidikan Agama
Islam yang dilakukan
dalam upaya pembentukan kepribadian muslim siswa, terdapat beberapa strategi yang digunakan.
Diantaranya Keteladanan, Sedangkan metode yang digunakan metode ceramah, metode
diskusi, metode pemberian hukuman.
Pembelajaran
menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 didefinisikan sebagai “proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.[10]
Strategi
Pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.[11]
2. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan
agama Islam adalah upaya yang sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam,
dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa.[12]
3. Kepribadian Muslim
a.
Pengertian
kepribadian
Kepribadian
adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang
yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya,
keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.[13]
b.
Kepribadian
muslim
Kepribadian
muslim adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya yakni baik tingkah laku
luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaan
menunjukkan pengabdian diri kepada Tuhan penyerahan diri kepada-Nya.[14]
D.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang masalah diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut;
Skripsi PAI selengkapnya ada di 085291501979 / 087737623895
[1] Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hal. 2.
[2] Ibid, hal. 12.
[4] Abdul Majid , Op. Cit, hal. 10.
[5] Ibid, hal. 10.
[6] Sjarkawi, Pembentukan
Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial
sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, PT Bumi Aksara, Jakarta,
2006, hal. 13.
[7] Abdul Majid dan Dian Andayani, Op.
Cit., hlm. 135.
[8] Abdul Majid, Op Cit, hal. 128-129.
[9] Noehi Nasution, Strategi
Belajar Mengajar, Direktorat Kelembagaan Agama Islam Jakarta, 1995,
hal. 2.
[10] UURI.
No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Citra Umbara,
Bandung, 2006.
[11] Hamruni, Strategi Pembelajaran, Insan Madani, Yogyakarta,
2012, hal.2
[12] Abdul Majid dan Dian Andayani, Op.
Cit., hlm. 130
[13] Sjarkawi, Op. Cit.,
hlm. 11.
[14]Ahmad D.
Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam, Al-Ma’arif, Bandung. Cetakan ke 9, 1989, hal. 66